KPK Kembali Periksa Pimpinan Komisi V F-PKS

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) | Solid Gold

Yudi diperiksa terkait kasus suap dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang diduga mengalir ke sejumlah anggota Komisi V DPR.

Solid Gold

Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memanggil Wakil Ketua Komisi V dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Yudi Widiana Adia, Senin (19/9/2016).

Sebagai salah satu pimpinan di Komisi V DPR, Yudi diduga tahu banyak soal proyek pembangunan jalan di Kementerian PUPR di Seram, Maluku.

“Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ATT (Anggota Komisi V Fraksi PAN Andi Taufan Tiro),” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati.

Ketiganya yakni, Damayanti Wisnu Putranti (PDI-P), Budi Suprianto (Fraksi Golkar), dan Andi Taufan Tiro (Fraksi PAN).

“Keterangannya dibutuhkan penyidik,” kata Yuyuk.

KPK juga memeriksa empat saksi lain dalam kasus ini, namun untuk tersangka berbeda.

Keempat saksi diperiksa untuk tersangka Ahmad Hi Mustary, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.

Keempatnya yakni Rizal Hafel dan Abdul Hamid yang merupakan PNS di Kementerian PUPR, Dirut PT Hijrah Nusatama Hadiruddin Haji Saleh dan Direktur CV Gema Gamahera Aunurofiq Kemhay.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga anggota Komisi V sebagai tersangka.

Damayanti sebelumnya menyebut, adanya adanya kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dan pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Dalam kesepakatan tersebut, pimpinan Komisi V DPR meminta agar Kementerian PUPR menyetujui usulan program aspirasi yang diajukan anggota Komisi V sebesar Rp 10 triliun.

Jika tidak, menurut Damayanti, pimpinan Komisi V mengancam akan mempersulit Kementerian PUPR dalam pengusulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN.

Hal itu dikatakan Damayanti saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (15/8/2016).

Damayanti didakwa menerima suap dari pengusaha terkait pengusulan program aspirasi di Maluku.

“Jadi, kalau Kementerian PUPR tidak bisa menampung permintaan Komisi V, sebagai kompensasi penandatanganan R-APBN tidak akan dilakukan, pimpinan tidak mau melanjutkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian,” ujar Damayanti kepada Majelis Hakim.

Menurut Damayanti, kesepakatan tersebut dibahas dalam rapat tertutup di ruang Sekretariat Komisi V DPR, yang disebut dengan istilah rapat setengah kamar.

Namun, angka tersebut tidak disetujui, angkanya turun menjadi Rp 7 triliun, Rp 5 triliun, sampai akhirnya disepakati Rp 2,8 triliun untuk Direktorat Jenderal Bina Marga.

Rapat tersebut dihadiri pimpinan Komisi V DPR, masing-masing Ketua Kelompok Fraksi, dan pejabat dari Kementerian PUPR, salah satunya yakni, Sekretaris Jenderal PUPR Taufik Widjojono.

Awalnya, menurut Damayanti, pimpinan Komisi V DPR meminta kompensasi Rp 10 triliun, karena Kementerian PUPR mendapat anggaran Rp 100 triliun.

Dalam pertemuan tertutup tersebut, ditentukan juga fee atau kompensasi yang akan diperoleh setiap anggota Komisi V.

Damayanti mengatakan, setiap anggota Komisi V mendapat jatah proyek yang nilainya ditentukan oleh pimpinan komisi dan Kapoksi.

Selain itu, disepakati bahwa setiap anggota memiliki jatah aspirasi Rp 50 miliar, Kapoksi memiliki jatah Rp100 miliar, sementara pimpinan Komisi V mendapat jatah hingga Rp 450 miliar.

KPK Periksa Wakil Ketua Komisi V Terkait Kasus Suap Proyek Jalan | Solid Gold

“Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ATT (Andi Taufan Tiro),” kata Plh Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2016).

Solid Gold

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Wakil Ketua Komisi V DPR, Yudi Widiana. Anggota Fraksi PKS itu diperiksa dalam kasus dugaan suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Tiga diantaranya yakni Anggota Komisi V DPR. Mereka yakni, Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN.

Ketiganya diduga menerima fee hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Sementara tersangka lainnya yakni, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary, Abdul Khoir serta dua rekan Damayanti, Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini. Abdul Khoir telah divonis bersalah.

Dia diputus empat tahun bui dan denda Rp200 juta subsidair lima bulan kurungan. Khoir didakwa bersama-sama memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah Anggota Komisi V. Total uang suap yang diberikan Abdul sebesar Rp21,38 miliar, SGD1,67 juta, dan USD72,7 ribu. Suap diberikan oleh Abdul bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred. Selain Khoir, Damayanti, Dessy, Julia dan Budi juga telah dibawa ke meja hijau. Dessy dan Julia telah divonis empat tahun bui. Sementara itu, Damayanti dituntut enam tahun bui. Sedangkan Budi masih berjalan sidangnya.

Seperti diketahui, Yudi sendiri telah diperiksa beberapa kali oleh penyidik KPK. Bahkan, pada pertengahan Januari 2016 lalu, ruang kerja Yudi telah digeledah penyidik lembaga antirasuah.

Suap diberikan agar para anggota DPR itu menyalurkan program aspirasinya untuk pembangunan jalan. KPK sendiri telah menetapkan tujuh orang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini.

Penggeledahan tersebut terkait dengan penangkapan mantan Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti, yang diduga menerima suap terkait proyek di Kementerian PUPR. Seperti diketahui, pada kasus ini sejumlah Anggota Komisi V DPR diduga telah menerima suap dari pengusaha.

Solid Gold

This entry was posted in Solid Gold and tagged . Bookmark the permalink.

Leave a comment